BERHARAP HANYA PADA ALLAH



http://terbingkai.blogspot.com/2012/12/gambar-orang-berdoa.html


Dalam sebuah hadist Qudsi, Rasulullah bersabda : " Aku tergantung  pada persangkaan hambaKu kepadaKu. Maka hendaklah ia berprasangka kepadaKu sesukanya".

Kehidupan ini bergulir, peristiwa demi peristiwa berlalu, bergantian. Ujian, musibah dan kesenangan datang silih berganti. Dulu saya berpikir hidup ini amat simple ternyata sangat kompleks.  Peristiwa demi peristiwa yang kita alami, justru bisa menjadi pembentuk pragadigma hidup kita. Kadang justru kita semakin jauh dari tujuan hidup yang seharusnya. Karena kerap kita hanya mengandalkan akal kita semata. Tak pelak lagi , keputusan yang kita ambil dalam hidup, disadari atau tidak merupakan konsekuensi dari ujian yang akan kita hadapi selanjutnya. 

Di Indonesia, agama ini lebih di kenal secara Fikiyah. Maksud saya adalah Islam lebih dikenalkan sebatas melaksanakan sholat, puasa, sedikit sisihkan harta untuk zakat, berhaji jika mampu. Sebatas rukun Islam saja. Kurang dimaknai sebagai solusi atau sebagai pegangan / penuntun hidup kita. 
Diranah sosial misalnya, seolah menjadi tabu untuk di bicarakan. Keharusan berhijab, larang berkhalwat dengan yang bukan muhrim. Atau adab berbicara, menepati janji.

Apalagi ranah politik. Janga ln engkau beri jabatan bagi yang minta. Bagaimana hukum bagi pezina. Dan lain sebagainya. Masih diperdebatkan, malah dianggap tidak sesuai.
 
Bagaimana sikap kita saat kita terpuruk atau saat kita mendapat nikmat? bagaimana kita menjalani profesi kita ? jika anda seorang pengusaha, politikus, guru atau pejabat, apapun itu. Bagaimana anda bersikap dan menyikapi pekerjaan anda. 

Jika kita adalah seorang suami atau istri bagaimana kita bertindak dan bersikap dalam keseharian? bagaiamana jika kita adalah orang tua atau anak? Lebih detil bagaimana jika anda seorang wanita atau pria muslim? Sudahkan kita menetapkan penilaian baik dan buruk kita dengan agama yang kita anut. 

Semua merupakan bukti  bagaimana kita berprasangka terhadap Allah.  Apakah Allah kita letakkan hanya pada shalat saja. Ataukah pada seluruh kegiatan dan aktifitas hidup kita. Semua tergantung bagaiamana kita berprasangka terhdap Allah.  Orang yang paling baik kepada Tuhannya adalah orang yang paling taat kepadaNya. Tentu kalimat ini logis bukan? Jika kita memiliki seorang pelayan atau bawahan, maka yang paling taat kepada kita, komitmen dan loyal, maka kita anggap dia yang paling baik.

Orang yang berprasangka baik kepada Allah, akan berusaha semaksimal mungkin menjadikan aturan  Allah ukuran dalam baik dan buruk. Jika baik menurut Allah dia akan serta merta taat dan sebaliknya. Yang semacam ini disebut berprasangka baik kepada Allah, sehingga melahirkan sikap Raja' (pengharapan hanya kepada Allah)
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah  mengharap RAHMAT ALLAH..." ( Al Baqarah :218)

Maka seorang yang berprasangka baik kepada Allah pasti memiliki keyakinan kuat bahwa segala yang dilakukan hanya mengharap rahmat Allah semata. Kekuatan ini akan melahirkan sikap sungguh-sungguh dan serius dalam ketaatan. Jika kecewa atau tersakiti, mudah untuk memberi maaf. Jika mengalami kegagalan maka mudah baginya untuk bangkit, dan seterusnya.  Orang yang berparasanghka baik kepada Allah akan melahirkan sikap paripurna. 

Imam Hasan Bisri mengatakan : " Seorang mukmin adalah orang  yang baik prasangkanya kepada Tuhannya, karena itu ia memperbaiki amalnya.  Orang Fajir berprasangka buruk kepada Tuhannya, karena itu ia berbuat jahat. Bagaimana mungkin dikatakan berprasangka baik, orang yang lari dariNya, melakukan perbuatan yang membuatnya marah, mendatangkan laknatNya dan mengabaikan hak-hakNya?"

Pernahkan kita berpikir untuk apa Nabi diutus?
Allah berfirman , " kami tidak mengutusmu ( wahai Muhammad)  kecuali bagi rahmat bagi alam semesta," ( QS. Al Anbiya : 107)
 
Bayangkan sebagai rahmat bagi alam semesta. Seandainya kecurangan , tipu daya, pengkhianatan, dan berbagai keburukan yang lain dilakukan manusia. Meskipun mungkin dia seorang muslim. Apakah bisa dikatakan dia berharap kepada Rahmat Allah? sementara yang dilakukan adalah hal-hal yang membuat murka Allah. Lebih jauh, apakah bisa mendatangkan rahmat bagi alam semesta. Tidak ada rahmat bagi alam semesta ini kecuali dengan akhlak. Sikap perilaku, pikitan , tindakan yang hanya berharap pada Rahmat Allah. Selalu berprasangaka baik terhadap Allah.

"Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia"  ( Hadist Imam Malik, 1723) demikain sabda Rasulullah. Coba kita cek , mohon konsentrasi pada kata yang bercetak miring.

"Dirikanlah shalat , sesungguhnya shalat mencegahmu dari perbuatan keji dan munkar" ( QS. Al Ankabut : 45).
" Ambillah zakat dari sebagian harta mereka yang dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan menyucikan mereka". ( QS. At Taubah :103)
Nabi bersabda : " Jika kalian sedang puasa jangan berbuat kotor dan membentak. Jiak dimaki atau diajak berkelahi, katakanlah 'aku sedang puasa' ( HR. Muslim : 2700)
" ...Siapa yang menetapkan niat  dalam bulan itu untuk mengerjakan haji maka tidak boleh berbuat kotor, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan dalam masa haji." ( QS. Al Baqarah: 197)


Bagaimana? bukankah semua bermuara pada hasil akhir, yang bernilai  keputusan untuk bertindak , untuk bersikap. Shalat, zakat , puasa dan haji tidak berarti bila tidak diikuti pada perbaikan akhlak. Bagaimana para wanita menyempurnakan hijab dan penampilannya, bagaimana para pemimpin  menjalankan kepemimpinannya. Bukankah semua tergantung bagaimana kita berprangka terhadap Allah.   Akhlak yang paripurna, Akhlakuk Karimah,  tidak akan tercipta jika tidak memiliki PRASANGKA BAIK terhadap Allah. Hanya berharap Rahmat Allah. Wallahu 'alam bi showwab. 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGATASI WRITER'S BLOCK

MATSAMA 2021-2022 : TUNJUKAN TARING (Tangkas dan Ringkas) dan TAMANmu (Tanggungjawab dan Iman) MELALUI DARING.

MEMBONGKAR RAHASIA MENULIS HINGGA MENERBITKAN BUKU