GURU ADALAH IBADAH

 

    
 “Aku tidak mengetahui satu ibadahpun yang lebih baik daripada mengajarkan ilmu kepada manusia.”
                                                                      (Imam Sufyan ats Tsauri)

 Amazing! itulah kata yang bisa kita ungkapkan untuk guru. Pekerjaan sebagai guru identik dengan ibadah. Ini yang membuat saya dari ke hari seolah berbesar hati untuk terus mendapat rahmat Allah. Padahal kadang mengajar tidaklah selalu sempurna. Entah karena situasi yang kurang nyaman atau mungkin juga karena kondisi siswa, karena situasi pandemi, entahlah!  Atau bahkan karena gurunya yang kurang ilmu. Nah! mencari kambing hitam nih ceritanya. Tapi benar kok! tidak setiap saat kita berdiri di kelas, benar-benar maksimal mengajar, dengan segala perangkat lengkap dan metode yang sesuai, dan lain sebagainya. 

Tantangan, hambatan atau bisa jadi prospek (jika mau dipandang prospek) bahwa ilmu tidak lagi berpusat pada guru. Jika anda mau tahu tentang sistem peredaran darah, metamorfis pada hewan, hingga urutan shalat yang benar. Semua yang kita ingin tahu, tinggal klik cari di internet. Apapun ada. Lalu dimana peran guru saat ini? 

Peran guru saat ini, menurut saya. mengajarkan apa yang tidak ada di internet. Dan itu tidaklah mudah. Anda bisa searching tentang cinta? definisi cinta, cerita cinta, hingga berbagai bahasa tentang cinta. Tapi bisakah kita mengajarkan rasa cinta, menghadapi cinta, menyikapi rasa cinta? No! internet tidak bisa mengajarkan itu. Nah disinilah guru berperan. Pekerjaan yang bernilai ibadah yang terbaik. Menjadi guru di era milenial saat ini. Mengajar yang tidak kelihatan. 

Saat ini, guru tidak lagi mengajar dengan mendikte materi.  "Ayo siapkan buku tulis, pensil. Lalu tuliskan apa yang bu guru tulis di papan tulis". Guru belum selesei nulis, muridnya da pada ngibrit dong. Generasi milineal  menuntut materi yang praktis, efisien , efektif namun menarik dan menyenangkan. Nah ini tidak mudah!

Bagaimana guru saat ini menyikapi? Suka tidak suka, mau tidak mau, guru harus up grade diri. Kuasai IT, dan segera melebarkan sayap. Tanpa itu, guru akan termarginalkan, tersingkir pelan-pelan. Bersiap menghadapi sekian konflik akibat tidak siap diri. 

Ada masalah ada solusi, sudah menjadi sunatullah. Akses untuk up grade diri, tidaklah terlalu sulit. Manfaatkan IT dan yuk! bersatu dengan para guru yang lain. Anda tidak sendiri. Anda tidak akan percaya bahwa di luar sana , banyak guru yang rela hati untuk saling sharing dan caring. Gratis tanpa bayar. Kenapa? mudah saja jawabannya. Karena semua menyadari bahwa mengajar adalah ibadah. 

Sebut saja satu komunitas di kalangan Belajar Menulis dengan group PGRI atau belajar memanfaat you tube atau mengoptimalkan power point sebagai media. Semua itu bisa kita dapatkan dengan mudah. Guru harus bersatu dalam mencapai kesempurnaan ilmu, sempurnanya ibadah.  Asal ada niat belajar, ada kemauan belajar, tentu bisa. Tanpa kita sadari  tiba-tiba era milenial ini, juga tersedia berbagai komunitas guru pembelajar, yang terus saling belajar dan mengajar. Artinya Tuhan sudah menyediakan solusinya. 

Jadi jika ingin mampu menyampaikan pembelajaran yang menyenangkan di kelas, di hadapan para siswa generasi milenial. Jadilah guru milenial! Guru yang siap berkomunitas, berkolaborasi, Siap sharing baik on line mapun offline. Tidak lagi menunggu, namun mencari, berpikir solutif dan berkarya tanpa henti. 

Guru yang keren saat berbicara, keren saat menulis, piawai dalam bertekhnologi.  Mampu menghadirkan diri sebagai teman, pembicara, juga sebagai pembimbing bagi muridnya. Seorang guru yang tahu cara mengajar dengan ma'ruf

Karena saya guru agama, saya beri contoh tentang agama. Jika anda menjumpai salah seorang, atau lebih murid tidak shalat. sebagai guru agama apa yang anda lakukan? Apakah anda akan berpegang teguh mengatakan "pokoknya shalat itu wajib" . Lalu anda sampaikan dalil-dalil dalam Al Qur'an dan Hadist. Semua anda sampaikan dengan ceramah yang berkepanjangan. 

Padahal mungkin kondisi khususnya tidaklah begitu. Bisa jadi si murid sudah tahu perintah sholat itu wajib, bahkan tahu dalilnya. Namun kenapa belum tergerak untuk melaksanakan? Nah ini tantangan bagi guru. Bagaimana  ilmu yang penting bisa tersampaikan dengan cara tepat, menarik , membekas. Sekaligus mampu mendorong dan memotivasi siswa untuk DO IT SHALAT. 

Maka satu modal lagi yang dibutuhkan guru milenial, yakni BIJAKSANA.  

Mengapa? karena kita menghadapi generasi yang sangat berbeda. Sulit memang  untuk sampai level bijaksana. Orang boleh tinggi ilmunya, namun belum tentu bijaksana. 

Saya jadi ingat kisah dua orang yang bermusuhan. Yang seorang mendatangi kyai, ingin mendapat ilmu kebal. Ia bercerita panjang lebar tentang kedzaliman musuhnya. Sang kyai memberikannya kertas berisi tulisan arab, lalu berpesan ," sampeyan (anda) jangan menyerang duluan. Pokoknya tunggu dia menyerang..."

Beberapa waktu kemudian, seorang lainnya datang kepada kyai dengan maksud yang sama. hajatnya , minta doa dan ilmu kebal. Rupanya yang kedua musuh yang pertama.  sang kyai memberikan kertas yang sama. Sambil berpesan, "Satu lagi, sampeyan (anda) jangan menyerang duluan. Tunggu dia menyerang..."

Walhasil , keduanya tidak pernah bertarung. 

Saya pernah didatangi  seorang murid , lalu berkata, " Bu, semalam saya mimpi ketemu Abu Bakar As Siddiq."

Yang lainnya, hampir 15 menit  terus bercerita, tentang mandi wajibnya yang pertama. Murid saya yang lain, bahkan ngotot menyumbangkan seluruh isi celengannya ke masjid, selepas belajar bab infaq dan sedekah. 

Menjadi guru memang ibadah yang sangat sangat menyenangkan .


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGATASI WRITER'S BLOCK

MATSAMA 2021-2022 : TUNJUKAN TARING (Tangkas dan Ringkas) dan TAMANmu (Tanggungjawab dan Iman) MELALUI DARING.

MEMBONGKAR RAHASIA MENULIS HINGGA MENERBITKAN BUKU